Sabtu, 17 Januari 2009

RENUNGAN KHOTBAH MINGGU 11 JAN 2008


RENUNGAN KHOTBAH MINGGU 11 JAN 2008
DI GBI "JPS 22" JAKARTA UTARA
Oleh: Drs. TJE HARFONSO, MA. M.Th

RAHASIA BERKAT TUHAN BAGI ORANG YANG MELANGKAH DENGAN IMAN

Nats: Kej. 12:1,2 à “ Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat’ “.



Ada dua hal pokok yang akan dibahas: BERKAT dan IMAN, atau IMAN dan BERKAT. Apa hubungan keduanya? Iman menghasilkan berkat atau berkat berbuahkan iman?



PENGERTIAN IMAN

Iman (faith) berasal dari kata pistis (Yun) (atau kata kerjanya pisteuo), yang berarti “keyakinan, kepercayaan” (belief, trust, confidence), dan kadang dapat juga berarti “kesetiaan” (faithfulness). Percaya (believe) berasal dari kata aman (Ibr). Dari kata inilah berasal akar kata AMIN, yang bukan sekedar suatu tanggapan sekedarnya saja terhadap suatu pernyataan yang disetujui, namun sesungguhnya berarti “biarlah terjadi begitu” atau “jadilah itu demikian”. Kata ‘amin’ seharusnya diikuti oleh komitmen untuk melakukannya.

Dalam Alkitab, kata percaya ini sangat penting. Dalam PB hanya tiga kali muncul istilah orang Kristen, tetapi sebagian besar PB menyebut mereka sebagai “mereka yang PERCAYA” (those who believe) atau “orang PERCAYA” (believer).



Contoh pernyataan tentang iman atau percaya dalam Alkitab, antara lain:

- Kis. 27:25b à “Karena aku (Paulus) percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku“

- Rm. 4:20,21 à “Tetapi terhadap janji Allah ia (Abraham) tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya … dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan”.



1. Iman selalu bertalian dengan apa yang telah dikatakan atau dijanjikan Allah. Orang biasa di dunia saja, yang normal, pasti akan sedapat mungkin memenuhi apa yang telah dinyatakan atau dijanjikan pada orang lain; apalagi jika levelnya adalah penggede atau pejabat tinggi. Terlebih jika itu adalah Allah kita. Allah selalu mengerjakan bagi-Nya apa yang telah dikatakan-Nya (melalui firman Tuhan), jika anak-anak-Nya benar2 memiliki keyakinan atau iman atas perkataan atau janji itu.

Iman adalah kepastian bahwa apa yang dikatakan Allah itu benar. Ibr 11:1 mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman yang dimaksudkan di sini adalah iman yang supranatural; iman yang percaya dengan hati dan bukan mempercayai berdasarkan apa yang dikatakan oleh pancaindera kita dan berdasarkan suasana/keadaan saat ini saja.

Iman selalu hanya menuntut pada apa yang telah dikatakan Allah, serta bersandar pada KUASA dan KESETIAAN-NYA untuk menggenapi firman-Nya. Dari ayat-ayat di atas, kita mendapatkan dua contoh (Abraham dan Paulus) yang jelas-jelas dinyatakan bahwa mereka yakin bahwa Tuhan akan melaksanakan apa yang sudah dikatakan-Nya pada mereka.

2. Iman atau kepercayaan (faith) adalah menanam dan memelihara suatu fokus ke depan pada Allah, Firman-Nya, dan Janji-janji-Nya; bukan fokus ke belakang. Satu-satunya waktu jika kita mau melihat ke belakang adalah ketika mengingat dan menghitung begitu banyak berkat dari Allah. Janganlah lupakan segala kebaikan-Nya (Mz. 103:2). Ini untuk mendapatkan kekuatan untuk melangkah berikutnya. Penting untuk berlatih secara periodik mengingat kembali seluruh berkat dari Allah sebagai suatu sumber pemberi semangat dan iman untuk hari-hari ini.

Ketika kita bersaat teduh dan merenungkan kesetiaan (faithfulness) Allah, kita diingatkan bahwa Dia tidak pernah berubah (lihat Ibr. 13:8), dan kita dijamin atas kesetiaan-Nya itu di masa depan.

Dengan hati dan pikiran yang diatur dalam fokus pada Tuhan, iman akan memungkinkan kita melangkah penuh keyakinan pada Allah ketika kesulitan mendekat, dan tinggal dalam-Nya untuk mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan (Mz. 91:9-13).

Dengan berfokus ke depan, hanya pada Allah, kita mudah mengambil langkah percaya dulu untuk tiba pada posisi mengetahui. Banyak orang ingin mengetahui dulu atau menerima jawaban dulu, kemudian barulah percaya. Inilah yang membedakan antara “iman Tomas” dengan “iman Abraham”. Tomas berkata, “Sekali-kali aku tak akan percaya sebelum aku melihat Dia”, sementara Abraham tidak bimbang terhadap perintah dan janji Allah, malah ia diperkuat dalam imannya.

Tomas memakai iman kepala, bukan iman hati. Dia hanya memiliki iman natural (alamiah), iman manusiawi yang mengatakan, “Aku tidak akan percaya kecuali aku dapat melihat dan merasakan”. Abraham tidak memakai perhitungan pengetahuan atau perasaan jasmaninya saat menerima perintah dari Allah. Ia hanya melangkah dengan iman, bahwa yang dikatakan oleh Tuhan padanya pasti benar. Seringkali saat sakit atau dalam penderitaan, kita memusatkan perhatian pada fokus atau perkara yang salah. Kita terus memperhatikan dan memperhitungkan tubuh jasmani kita yang sakit dan menderita itu beserta seluruh gejala penyakitnya, daripada memperhatikan firman dan janji Allah. Kita jangan terbatas dan terfokus pada ‘hal-hal kecil’ tersebut’, tetapi seharusnya kita lebih mengejar yang besar, yang Tuhan janjikan pada setiap orang beriman.



John Wesley pernah berkata bahwa iblis telah memberikan kepada gereja/orang percaya suatu pengganti untuk iman; sesuatu yang kelihatannya dan kedengarannya seperti iman, sehingga hanya sedikit orang yang dapat membedakannya. Pengganti ini ia sebut “PERSETUJUAN MENTAL”. Persetujuan mental berkata, “Aku tahu FT benar. Aku tahu Tuhan telah menjanjikan kesembuhan, tetapi entah mengapa aku tak bisa memperolehnya; aku tak mengerti”. Tetapi iman yang benar berkata, “Jika FT mengatakan demikian, pastilah demikian. Inilah milikku. Aku memilikinya meskipun aku tak melihatnya” (bedakan dengan Teologi Kemakmuran). Banyak orang membaca FT dan menyetujui kebenarannya, tetapi mereka hanya menyetujui dengan pikiran mereka saja.

Paling tidak ada tiga contoh konkrit iman Abraham, yang membuatnya disebut sebagai ‘Bapa Orang Beriman’ dan ‘Sahabat Allah’, yang diberkati oleh Allah:

1. Abraham mau beriman untuk melangkah meninggalkan negerinya ke negeri yang akan ditunjukkan Allah kepadanya, bahwa Ia akan menjadikannya bangsa yang besar, membuat namanya masyhur, dan dia akan menjadi berkat (Kej. 12:1-3).

2. Pada saat Abraham meresponi dan mengikuti perintah Tuhan untuk berdiam di tanah yang baru, setelah dengan bermurah hati memberikan kesempatan kepada Lot untuk memilih tempat yang ‘lebih baik dan subur’ (Kej. 13:14-18). Tidak saja ia memindahkan kemah dan tempat tinggalnya ke tempat yang baru tersebut, namun ia mendirikan di situ mezbah bagi Tuhan, sebagai ungkapan syukur dan ketaatan dirinya.

3. Pada saat menunjukkan iman dan lebih mencintai Allah dengan bersedia mengorbankan anaknya di tanah Moria, bahwa Ia akan memberkatinya berlimpah-limpah dan membuat keturunannya sangat banyak seperti bintang di langit dan pasir di tepi laut, dan keturunannya akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunannya semua bangsa di bumi akan mendapat berkat (Kej. 22:16-18).



Selain diberkati Allah, Allah juga menyatakan bahwa Abraham menjadi berkat. Menjadi berkat à inilah tujuan mengapa Allah memisahkan Abraham dan setiap anak-Nya yang percaya. Andrew Murray menyatakan bahwa Tuhan ingin agar Abraham dan kita mengerti bahwa apabila Ia memberkati kita, hal ini pasti bukan hanya untuk membuat kita puas, tetapi selanjutnya kita harus membagikan berkat-Nya itu pada orang lain (Mat. 10:8 à “.. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma”).

Allah sendiri adalah kasih, sebab itulah Ia mengasihi, membagikan, dan memberkati. Kasih tidak mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Apabila kasih dan berkat Allah memenuhi kita, maka kasih dan berkat itu akan mencari orang lain melalui kita. Janganlah menyimpan hanya bagi diri sendiri kasih dan berkat itu yang Tuhan berikan melalui kita bagi orang lain. Kita harus rela dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan agar dapat dipakai-Nya bagi orang lain; inilah cara agar kita diberkati dengan berkelimpahan (Mz. 112:5, 9; Ams. 11:24,25; 2 Kor. 9:6).

Jadi ada 2 hal: Diberkati dan memberkati. Kita pribadi harus diberkati, dikuduskan dan dipenuhi dengan Roh, damai dan kuasa Tuhan, setelah itu barulah kita akan memiliki kuasa untuk memberkati. Di dalam Kristus, Allah memberkati kita dengan segala berkat rohani. Di dalam berkat Allah itu termasuk juga kuasa untuk hidup dengan berbuah-buah, bertambah-tambah. Di dalam Alkitab, berkat dan hal berbuah-buah selalu seiring (Kej. 1:22,28; 9:1; 22:17; 26:24). Di dalam berkat selalu termasuk kuasa untuk memberkati orang lain

Banyak hal besar bisa terjadi dengan percaya. Martin Luther bahkan menyatakan bahwa “mujizat itu terjadi bukan karena itu diadakan, tapi karena mujizat itu dipercaya (terjadi)”. Ilustrasi: Pada suatu ketika, Ibu Teresa ditertawakan karena ia ingin membangun sebuah rumah yatim piatu besar tetapi hanya memiliki 3 shilling untuk memulainya. 1 shilling = 1/20 pound (1 Pound = +/- Rp. 16.000,- 1 shilling = 800; 3 shilling = Rp. 2.400). Namun ia menjawab, “Dengan 3 shilling Teresa tidak dapat melakukan apa2. Namun dengan Tuhan dan 3 shilling, tidak ada yang tidak dapat dilakukan Teresa.” Manusia umumnya melihat kemampuan dan potensi dari sisi yang nampak. Begitu pula dalam soal berkat Tuhan.



MEMAHAMI BERKAT TUHAN

Umumnya manusia memahami berkat Tuhan dari sisi kekayaan, harta, kepunyaan, kesuksesan, kesenangan yang didapatkannya. Sesungguhnya berkat Tuhan tidak hanya dalam bentuk ‘kenyamanan dan harta-harta yang kasat mata atau bersifat materil’ tersebut. Kekayaan anak Tuhan paling tidak minimal ada empat jenis:

1. Kekayaan material

2. Kekayaan intelektual

3. Kekayaan sosial

4. Kekayaan spiritual (Khotbah di Bukit oleh Tuhan Yesus; Mat. 5:3-12):

- Blessed are the poor in spirit (orang yang miskin di hadapan Allah);

- Blessed are thouse who mourn (org yg berdukacita);

- Blessed are the meek (org yg lemah lembut);

- Blessed are those who hunger and thirst for righteousness (lapar & haus akan kebenaran);

- Blessed are the merciful (org murah hatinya);

- Blessed are the pure in heart (org yg suci hatinya);

- Blessed are the peacemakers (org yg membawa damai);

- Blessed are those who are persecuted because of righteousness (dianiaya oleh sebab kebenaran);

- Blessed are you when people insult you, persecute you dan falsely say all kinds of evil against you because of Me (dicela, dianiaya, dan difitnahkan segala yg jahat, karena YESUS);

Org yg mampu bersukacita dan bergembira atas itu semua, mereka mendapat upah besar di sorga.



RAHASIA AGAR MENDAPAT DAN MENJADI BERKAT

1. Hidup dalam kesatuan dengan sesama

Mz. 133:1-3 à “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! .. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya”.

Pada zaman pemazmur, Gunung Hermon diliputi salju hampir dalam sepanjang tahun. Pada saat fajar menyingsing, kehangatan matahari melelehkan salju, dan angin akan menyebar untuk mengembunkan lelehan salju tersebut. Embun itu akan mengairi kegersangan di daerah sekitar G.Hermon. Ini adalah sebuah gambaran tentang berkat yang melimpah yg didatangkan oleh kesatuan, ke atas hati yang kering dan gersang.

Kesatuan dengan sesama sangat penting untuk dapat mendapat berkat dan menjadi berkat bagi orang lain. Keharmonisan dalam hubungan adalah salah satu berkat kehidupan yang paling besar. Jangan berharap kita diberkati jika “rukun dengan anak, isteri, orang tua, mertua, ipar, ponakan, om, tante, kakek, nenek saja, tidak bias kita lakukan”. Jangan berharap ada kemajuan dan berkat yang melimpah pada gereja yang jemaatnya tidak bisa rukun dan bersatu; yang bisanya hanya menyebar konflik, friksi, perpecahan, fitnah, kecemburuan, dll.

Kesatuan tidaklah penting hanya karena memuaskan kita saja, tetapi karena berarti bagi Allah. Dalam Amsal 6 disebutkan ada “enam, bahkan tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati Tuhan”. Hal terakhir yang disebutkan adalah “menimbulkan pertengkaran saudara”. Jadi bukan hanya pertengkaran yang membuat Allah tidak senang, melainkan juga orang yang menimbulkan perpecahan. Sebagai anak Tuhan yang merindukan berkat Tuhan, marilah kita hidup dalam kesatuan dan menjaga keutuhan satu sama lain.



2. Taat perintah Tuhan dan mau keluar dari keadaan lama

Agar diberkati, kita harus mau (seperti Abraham) taat pada perintah Tuhan dan berangkat ke tempat berkat itu: ke negeri perjanjian, kepada kehidupan iman yang sederhana, yang percaya akan janji-janji Allah padanya. Tuhan mengatakan pada Abram, “Pergilah dari negerimu … dan dari rumah bapamu”. Yang Tuhan inginkan ialah: kita mau berpisah dan pergi dari kehidupan duniawi dan kedagingan kita. Semua umat manusia telah dilahirkan dalam kodrat melekat dengan dosa, karena dosa Adam. “Mempersembahkan hal yang kita anggap paling berharga, nyaman, enak, mapan” termasukmerupakan jalan untuk mendapatkan Allah dan berkat2Nya (Luk. 18:29,30; Yoh.12:24,25; 2 Kor. 6:17,18). Keluar dari hidup yang lama menuju ke hidup yang baru. Allah sendiri akan menjadi Pemimpin kita. Kita harus bertekad bahwa Allah dapat sepenuhnya memiliki diri kita bagi-Nya. Kita hidup harus hanya berdasarkan janji Allah – hidup yang berdasarkan atas iman.

Seseorang dapat beriman atau percaya pada Tuhan, namun tetap belum memiliki iman yang menyelamatkan dirinya. Kalau hanya soal percaya pada Tuhan, iblis pun mempercayai-Nya (Yak. 2:19). Jadi bukan soal percaya saja. Percaya tidak hanya sekedar memberikan persetujuan mental atau jiwa, namun mau membalikkan keseluruhan keberadaan kita dan sungguh-sungguh beralih serta taat pada Tuhan.

Ingat: Kita harus taat pada perintah-Nya untuk bersedia keluar dari “negeri kenyamanan” kita, keluar dari “rumah bapa kita yang adem ayem tetapi tidak berbuah-buah”, keluar dari kehidupan duniawi, kedagingan, dan persekutuan dengan hawa nafsu, untuk memasuki suasana, negeri, dan hidup yang baru: kehidupan roh, hidup di dalam persekutuan dengan Allah, dengan Allah sebagai pemimpin kita. Dalam kehidupan baru ini kita akan mudah menerima berkat2Nya. Hiduplah dengan Allah, terpisah dari dunia, setelah itu kita akan mendengar suara Allah berbicara dengan kuasa, “Aku akan memberkati engkau”, dan “engkau akan menjadi berkat”. Abraham diberkati karena dia mau “berpisah dari rumah bapanya” dan “hidup dalam persekutuan dengan Allah”.



PENUTUP

Allah adalah satu-satunya sumber berkat yang besar dan benar. Seberapa banyak kita menyediakan diri bagi Allah, sebanyak itulah berkat yang akan kita terima. Kita harus mulai dengan beriman pada janji Allah “Aku akan memberkati engkau”, meninggalkan dunia lama kita, setelah itu barulah kita sungguh akan menerima berkat-berkat-Nya, dan menjadi lebih mudah untuk “menjadi berkat bagi orang lain”. Kita bisa menjadi berkat bagi yang lain, mulai dengan perkara-perkara yang kecil, dan bersedia menyerahkan diri kita bagi orang lain (misalnya membahagiakan/menghibur orang lain, merawat yang sakit, berbagi makanan bagi yang membutuhkan, dll).

Ingatlah terus akan dua perkataan yang merupakan sumber segala perjanjian dan segala perintah bagi anak-anak Abraham yang percaya. Janji itu adalah janji dari Allah sendiri: “Aku akan memberkati engkau”. Perintah-Nya adalah: “Hendaklah engkau menjadi berkat”. Keduanya harus saling terkait. Tanpa salah satu, pasti tidak berjalan dengan baik, dan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Peganglah janji dan perintah Allah itu erat-erat bagi diri masing-masing.

Jangan bersedih akan ketidakpercayaan atau kelemahan iman Saudara, seolah-olah hal itu merupakan suatu kelemahan yang tidak dapat diatasi. Sebagai anak Allah, betapa pun lemahnya kita, kita memiliki kesanggupan untuk percaya, karena Roh Allah ada di dalam kita.

Iman tidak berkaitan dengan besar kecilnya sesuatu yang dipercayai. Jangan membiarkan diri kita disesatkan oleh mereka yang mengatakan bahwa iman adalah sesuatu yang BESAR dan TAK DAPAT DIMENGERTI. Iman adalah keyakinan bahwa Allah mengatakan hal yang benar. Jangan takut untuk mengambil beberapa janji Allah dan katakanlah kepada Allah, “Saya merasa pasti bahwa janji ini benar, dan bahwa Tuhan akan menggenapinya”. Ia pasti akan menepatinya.

Kita harus terus berkata-kata dan mengatakan pada Tuhan akan keyakinan kita atas janji tersebut, dan bahwa firman-Nya itu benar. Pengkhotbah dan penginjil besar Dwight L. Moody pernah berkata, “Iman yang kecil akan membawa jiwa kita ke sorga, tetapi iman yang besar akan membawa sorga ke jiwa kita” (A little faith will bring your soul to heaven, but a lot of faith will bring heaven to your soul”). Jika sorga telah hadir dalam jiwa kita, penderitaan, tekanan, pencobaan, kekurangan, persoalan, semuanya tidak akan mampu menggoyahkan kita, dan tidak akan merenggut kebahagiaan kita dalam iman percaya pada Tuhan. Olehnya, marilah kita di tahun yang baru ini semakin beriman, agar mendapatkan berkat berlimpah dari Tuhan, dan menjadi berkat bagi orang lain. ***